Berdasarkan definisi yang dikutip dari Kamus besar Indonesia,
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama yang diakui di Indonesia ada 6
yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
Agama secara umum merupakan suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh
masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini dan dipercaya. Agama diakui
sebagai seperangkat aturan yang mengatur keberadaan manusia di dunia.
Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan masyarakatnya
untuk hidup rukun. Sebab kerukunan merupakan salah satu pilar penting dalam
memelihara persatuan rakyat dan bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan
diantara berbagai suku, Agama, Ras dan antar Golongan bangsa Indonesia akan
mudah terancam oleh perpecahan dengan segala akibatnya yang tidak
diinginkan.
Kerukunan sendiri dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan
kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati,
harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan
kepribadian pancasila.
SEJARAH AGAMA DI INDONESIA
Berdasar sejarah, kelompok pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan budaya di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan budaya di Indonesia
Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan
abad keempat Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan
Sulawesi, membawa agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad
kelima Masehi dengan kasta Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga
mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran
Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti Kutai,
Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra. Sebuah candi Buddha terbesar di dunia,
Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu
pula dengan candi Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa,
Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan
dalam sejarah Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 melalui pedagang di Gujarat,
India. Islam menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang
ke timur pulau Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu
kerajaan Demak, Pajang, Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20
kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan dominasi Islam di Indonesia.
Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis,
khususnya di pulau Flores dan Timor.
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda
pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah
penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan
tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan
Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum
misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target
para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak
saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era
Orde Baru. Antara tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan
pemerintah Indonesia, bersama dengan beberapa organisasi, mengakibatkan
terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk pada abad ke-20. Atas dasar
peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung
PKI, dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih
suatu agama, karena kebanyakan pendukung PKI adalah atheis. Sebagai
hasilnya, tiap-tiap warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu
identitas pribadi yang menandakan agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan
suatu perpindahan agama secara massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke
Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Karena Konghucu bukanlah salah satu dari
status pengenal agama, banyak orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau
Buddha.
KERUKUNAN ANTAR AGAMA
Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi Kerukunan yaitu:
1. Kerukunan intern
masing-masing umat dalam satu agama Ialah kerukunan di antara aliran-aliran /
paham-paham /mazhab-mazhab yang ada dalam suatu umat atau komunitas agama.
2. Kerukunan di antara umat /
komunitas agama yang berbeda-beda Ialah kerukunan di antara para pemeluk
agama-agama yang berbeda-beda yaitu di antara pemeluk islam dengan pemeluk
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.
3. Kerukunan
antar umat / komunitas agama dengan pemerintah Ialah supaya diupayakan
keserasian dan keselarasan di antara para pemeluk atau pejabat agama dengan
para pejabat pemerintah dengan saling memahami
dan menghargai tugas masing-masing dalam rangka membangun
masyarakat dan bangsa Indonesia yang beragama.
Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang
memiliki bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama,
saling tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan, saling menjaga satu
sama lain.
Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar terciptanya suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat beragama, antar golongan-golongan agama yang berbeda satu sama lain, antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, antara umat-umat beragama dengan pemerintah.
Wujud dari Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar terciptanya suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat beragama, antar golongan-golongan agama yang berbeda satu sama lain, antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, antara umat-umat beragama dengan pemerintah.
Wujud dari Kerukunan antar umat beragama
1. Saling hormat menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
2. Saling hormat
menghormati dan bekerjasama intern pemeluk agama, antar berbagai golongan agama
dan umat-umat beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab
mmbangun bangsa dan Negara.
3. Saling tenggang
rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada orang lain.
KENDALA-KENDALA DALAM MEWUJUDKAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi
antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap
toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter.
Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect
encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif.
Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik
pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian
membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing
pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan
sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa
pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting
sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama
khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor
lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah
payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan
demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu
yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di sepanjang sejarah agama Ilahi, kita selalu menemukan
gerakan-gerakan ekstrim dan fanatik. Orang-orang bodoh dan kaku membentuk
kerangka gerakan tersebut dan biasanya mereka dimanfaatkan oleh para pemimpin
arogan dan tirani untuk menebarkan kekerasan dan teror. Di era modern di tengah
kemajuan sain dan pekikan slogan-slogan kebebasan, dunia masih menyaksikan
kehadiran kelompok-kelompok radikal dan ekstrim, di mana mereka mengancam
ideologi dan keamanan masyarakat. Sebagai contoh, Zionisme sudah lebih dari
satu dekade muncul sebagai bid’ah dalam agama Yahudi dan mengusung pemikiran
sesat dan fanatik. Strategi kaum Zionis secara terang-terangan dibangun atas
landasan teror dan kekerasan. Dengan menggunakan cara yang tidak manusiawi ini,
Zionis sejauh ini telah membantai jutaan warga Palestina atau mengusir mereka.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor
tersebut adalah akar dari permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun
berkepanjangan.
CARA MENJAGA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
- Menjunjung
tinggi toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan
pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi
bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat
ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain
dalam interaksi sehari – harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk
beribadah bila memang sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak
hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat
penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia, karena
jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah tinggi, maka
konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di Indonesia dengan
sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
- Selalu
siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang
tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama,
terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah
di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk
agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan
enggan untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena
perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan
mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga
secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia.
- Hormatilah
selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya
dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada
siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam
beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa
memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat
beragama di Indonesia.
- Bila
terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala
dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka
agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam
pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak – pihak manapun,
atau mungkin malah menguntungkan semua pihak. Hal ini diperlukan karena di
Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka ragam.
Hubungan antar umat beragama di Indonesia hingga kini masih sering diwarnai konflik beraroma SARA. Namun, tidak dengan masyarakat di Minahasa dan Tondano, Sulawesi Utara. Kehidupan di daerah tersebut sangat menjunjung tinggi kerukunan dan toleransi umat beragama sebagai dasar kehidupan bermasyarakat. Kerukunan di Minahasa dan Tondano ini diabadikan dalam monumen di Kawasan Bukit Kasih yang terletak di kaki Gunung Soputan, serta berbagai monumen di dalamnya dinamai dengan Bukit Kasih.
Dinamai Bukit Kasih tidak lain karena menjadi simbol kasih sayang
dan perdamaian antarumat beragama. Berdasarkan penuturan beberapa tokoh
setempat, monumen kerukunan di Bukit Kasih ini dibuat pasca meletusnya konflik
bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Maluku dan Poso. Di
Bukit Kasih kita bisa melihat tugu setinggi 22 meter yang berbentuk segi lima.
Pada kelima sisinya terpahat nilai–nilai luhur dari masing–masing agama.
ISLAM
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong–menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS.
Al–Maidah: 2), dan
Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) selain untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam. (QS. Al–Anbiya: 107).
KRISTEN
Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap: hati, jiwa, dan akal
budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22:
37–39)
KATOLIK
Inilah Ibumu! : This is Your Mother (Yoh 19: 27), dan
Tinggallah dalam Kasihku : Remain in My Love (Yoh 15:9)
Tinggallah dalam Kasihku : Remain in My Love (Yoh 15:9)
BUDDHA
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasam Buddhasa (Terpuji Sang
Bhagava yang Mahasuci yang telah mencapai penerangan sempurna), dan tidak melakukan
segala bentuk kejahatan; senantiasa mengembangkan kebajikan; dan membersihkan
pikiran; inilah ajaran Buddha. (Dhammapada XIV 183)
HINDU
Ia yang tidak menyebabkan penderitaan bahkan mengusahakan
keselamatan bagi semua mahluk, ia mendapat kebahagiaan tanpa akhir.
Pada puncak tugu terdapat patung merpati dan bola dunia. Burung
merpati sebagai simbol kesucian dan kesetiaan, sedangkan bola dunia sebagai
simbol universal atau tanpa ada sekat. Di samping tugu kerukunan ini, di Bukit
Kasih kita juga bisa melihat lima rumah ibadah yang berdiri berdampingan satu
sama lain.
Sikap rukun dan toleran memang tercermin dalam kehidupan
masyarakat Sulawesi Utara. Sikap demikian tidak hanya ada pada monumen dan
simbol–simbol yang terdapat di Bukit Kasih, melainkan termanifest dalam setiap
aktivitas dan kehidupan sehari–hari masyarakatnya. Meski masyarakat Sulawesi
Utara umumnya beragama Kristen, namun mereka tidak segan membantu masyarakat
yang berbeda agama dan keyakinan, sehingga agama lain, baik Islam, Katolik,
Hindu, dan Budha dapat hidup berdampingan dengan damai.
(Sumber: Buku Harmoni Di Negeri Seribu Agama karya Abdul Jamil
Wahab, M.Si)