Biasanya
setiap orang Kristen berpendapat bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus
Kristus, bahkan lebih sempit lagi tidak ada keselamatan di luar gereja. Adapun
dasar yang dipakai adalah Yohanes 14:6: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.
Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.
William
Barclay menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar
tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar
Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran,
tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan Akulah kebenaran itu.
Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada Tuhan.
Lain
halnya dengan Samartha yang mengatakan bahwa dalam agama Kristen Yesus Kristus
memang juru selamat, tetapi orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juru
selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu
bukan hanya Yesus, sebab seperti dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar
agama Kristen pun dikenal banyak keselamatan.
Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara harafiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehari-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20: Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan.
Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: .... Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka...
Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju moksha, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan?
Ada
berbagai penafsiran, di antaranya: ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi
hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau ada yang mengatakan ada
banyak jalan, termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah.
Kalau
kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme
agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6 Ada banyak jalan
tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus.
Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme tetapi persoalan tentang Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku tidak terpecahkan. Dan dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan Aku adalah... (tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan jalan hidup.
Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa. Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat Tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku harus ditafsirkan?
Konteks ayat ini adalah: Ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya. Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-muridnya, kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada murid-murid juga berada di sana (Yoh.14:3). Kemudian Thomas berkata: Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?
Dengan
perkataan itu Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu
dengan cara dan kekuatannya sendiri.
Kemudian
Tuhan Yesus menjawab: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun
datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan
perkataan itu adalah: Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan
kekuatannya sendiri. Kalau toh ia bisa datang ke tempat itu karena Tuhan Yesus
yang membawa dia (Bdk. Ay. 3 yang berkata: Aku akan datang kembali membawa
kamu). Dengan kata lain kalau Thomas bisa datang ke tempat itu, semua itu
semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus
Kristus.
Jadi
persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen
kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena
anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan
jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana bisa juga ada
jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedang di sini lebih baik, tetapi
memang jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya,
tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua
agama.
Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain?
Apakah pandangan itu tidak memperlemah semangat Pekabaran Injil? Tidak, hanya harus ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil.
Pekabaran
Injil harus dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: Roh Tuhan ada
pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik
(mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan
kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk
membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang (Luk.4:18,19).
Memberitakan Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: mereka disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.
Apakah pemahaman Pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Dan sering kekristenan mereka yang bertobat lebih bersifat emosional. Sedangkan pola pekabaran Injil kedua, sangat bersikap tenggang rasa dan toleran dan bahkan mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerjasama antar agama. Dan kalau akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat emosional, tetapi dengan kesadaran penuh.
Artikel yg inspiratif! Tuhan memberkati☺
BalasHapusSaya setuju dengan artikel anda. Sungguh dapat memberkati pembaca. Goodjob!
BalasHapusSaya sangat setuju dan sependapat dengan artikel yang tertera diatas, terimakasih
BalasHapus